Pesan jalanan

Wanita yang banyak baik agamanya, tidak mudah menerima hati pria, tidak mudah jatuh cinta dan tidak mempersulit pria yang datang untuk menikahinya. Karena sesungguhnya pernikahan adalah cara berpacaran yang sesungguhnya.

“PESTA HEWAN KURBAN, PETERNAK RIAU JADI PENONTON”

OPINI (30 Juli 2019)

“PESTA HEWAN KURBAN, PETERNAK RIAU JADI PENONTON”

Oleh : Deni Fitra

Media sosial baru-baru ini hangat membicarakan tentang rencana Jakarta menjadi tuan rumah ajang Formula E. Tak tanggung-tanggung orang nomor satu di Jakarta Anies Baswedan mengatakan Formula E dapat menghadirkan manfaat ekonomi 78 juta euro atau setara dengan 1,2 triliun rupiah. Multiplier effect yang beliau sampaikan ialah akan banyak orang berkumpul di Jakarta baik dari dalam maupun luar negeri. Perputaran ekonomi dibidang transportasi, perhotelan, kuliner dan pariwisata akan menggeliat. Jakarta akan jadi sorotan dunia dan yang tak kalah penting adalah membantu kampanye peduli lingkungan karena Formula E merupakan balap mobil dengan tenaga listrik bukan bahan bakar fosil.

Lantas, apa hubungan dengan ibadah kurban?. Sebuah momen hari raya umat islam diseluruh dunia yang telah menjadi agenda rutin tahunan tanpa terkecuali. Sering kita mendengar mulai dari ustadz, penceramah, bahkan pengamat ekonomi bahwa ibadah kurban katanya tidak hanya sekedar memiliki dimensi ketuhanan dan kemanusiaan, tetapi memiliki dimensi ketahanan ekonomi. Artinya adalah pesta penyembelihan hewan kurban juga harusnya memiliki multiplier effect, bahkan jauh lebih besar manfaat ekonominya dibanding ajang Formula E di Jakarta. Bayangkan saja seorang muslim yang berkelapangan akan mengeluarkan uang minimal 2,5 juta untuk ikut menjadi peserta kurban setiap tahun, diulang kembali setiap tahun. Karena kalau tidak ancaman Rasulullah saw “janganlah mendekati tempat sholat kami” (HR Ahmad). Andaikan benar pernyataan politisi PKB di DPRD Riau bahwa 60% masyarakat Provinsi Riau berkurban (goriau.com posting 23 Juli 2019), bisa dibayangkan berapa banyak hewan kurban yang perlu dipersiapkan peternak. Mungkin sudah lama peternak kita hidup sejahtera jauh dari kemelaratan.

Malangnya, hewan kurban tahun ini yang diperkirakan mencapai 33.266 ekor menurut Plt Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau Elly Suryani, ternyata 90 persennya didatangkan dari luar. Diantaranya berasal dari Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Lampung (gatra.com posting 23 Juli 2019). Artinya ini apa, kita yang berpesta pora tapi orang lain yang mendapatkan kado, amplop dan parcelnya. Hanya 10 persen saja peternak Riau yang mendapatkan manfaat ekonominya, selain itu jadi penonton dan gigit jari. Jadi timbul pertanyaan orang awam, kemana perginya kelompok tani binaan Dinas Peternakan disetiap Kabupaten/Kota. Kemana kelompok tani yang di advokasi anggota dewan melalui program aspirasinya. Kemana kelompok tani yang menjadi mitra perguruan tinggi/akademisi dalam setiap kegiatan pengabdian masyarakatnya. Bak kata anak-anak milenial sekarang, nyungsep kemana bro??.

Seandainya kalau kita mau berhitung, sapi sejumlah 33.266 ekor dengan harga rata-rata 15 juta/ekor. Maka hampir 500 milyar uang masyarakat Riau berputar saat Hari Raya Idul Adha tahun 2019. Pertanyaannya adalah kenapa angka 500 milyar diatas tidak membuat peternak bergairah untuk mengambil peluang?. Kenapa program Dinas Peternakan selama ini belum mampu menyediakan hewan kurban dari peternak lokal. Disisi lain, kemana hasil-hasil penelitian para akademisi di perguruan tinggi, sebagai otokritik kepada penulis yang juga merupakan akademisi. Konon dari hasil penelitian, potensi kelapa sawit di Provinsi Riau memiliki nilai akseptabilitas 30% dan berpotensi memberikan pakan 1,75 juta ekor sapi sepanjang tahun. Kenapa hal ini tidak dilakukan diseminasi kepada peternak, sehingga gaung integrasi sapi dan kelapa sawit (SISKA) bisa jadi andalan Provinsi Riau.

Diakui memang, sudah banyak program yang telah dilakukan pemerintah untuk memajukan bidang peternakan. Dengan harapan bisa swasembada pangan khususnya ternak sapi potong, walaupun diundur lagi targetnya menjadi tahun 2026. Berdasarkan hitungannya untuk swasembada tersebut Riau memerlukan lebih dari 500 ribu ekor sapi. Sehingga ditahun 2016 yang lalu program Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Wajib Bunting) mulai diberlakukan di Provinsi Riau. Tak tanggung-tanggung, menelan dana sekitar 22 milyar, dengan rincian 13,1 milyar dari APBN dan 8,9 Milyar dari APBD. Waktu itu Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan A. Patrianov sesumbar mengatakan mulai tahun 2017 akan ada peningkatan angka kelahiran sapi 56.265 ekor setiap tahun (rri.co.id posting 30 Desember 2016). Selain itu juga ada program bantuan dalam bentuk hibah sapi yang terus dilakukan tiap tahun, dimana jumlahnya tidak sedikit. Tahun 2018 saja tidak kurang dari 1170 ekor sapi sudah disebar dimasyarakat melalui kelompok tani.

Semua kegiatan dan program yang telah dilakukan diatas belum menghasilkan pertumbuhan populasi ternak sapi potong yang signifikan. Kurun waktu delapan tahun, populasi sapi hanya bertambah sekitar 70.000 ekor saja. Menurut data BPS (2019) populasi sapi potong Provinsi Riau tahun 2010 berjumlah 180.000 ekor dan 2018 berjumlah 250.000 ekor. Mungkin kita perlu belajar strategi dari pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebuah daerah yang tergolong miskin, minim sumber daya alam, didominasi oleh lahan kering dan gersang. Beriklim kering yang dipengaruhi  oleh  angin  musim. Periode  musim kemarau lebih panjang yaitu 7-9 bulan. Dan yang pasti tidak memiliki kebun kelapa sawit. Tapi kenyataannya sekarang NTT menjadi lumbung sapi nasional. Bermodalkan populasi sapi lebih dari 1 juta ekor, NTT mampu mengirimkan sapi sekitar 70.000 ekor setiap tahun keluar daerah. Untuk diketahui tahun 2008 populasi sapinya hanya 80.000 ekor saja, hebatnya selama 10 tahun populasi sapi naik sekira 900 ribu ekor (kupang.tribunnews.com posting 16 Juli 2018).

Belajarlah dari Provinsi NTT, perlu adanya solusi dan cara yang efektif untuk memajukan per”sapi”an di Provinsi Riau. Menurut penulis indikator keberhasilannya sederhana saja yaitu tersedianya hewan kurban dari peternak lokal 100%, tanpa datang dari luar daerah. Ada beberapa cara yang bisa adopsi dari NTT. Pertama memastikan pasokan pakan ternaknya tersedia. Ini hal penting, karena berapapun bantuan sapi dalam bentuk hibah diberikan tanpa pakan yang jelas, sapinya hilang dan akan tinggal kandangnya saja. Kalau di NTT yang dikembangkan adalah Jagung sebagai sumber pakan sepanjang tahun, maka kita juga bisa duplikasi ini. Kedua adalah dengan membangun infrastruktur baik fisik dan sdm yang efektif dan bernilai guna. Tidak ada lagi kandang yang dibangun dengan uang negara yang tidak termanfaatkan. Terutama milik dinas peternakan seperti balai bibit, plaza ternak dan sebagainya. Miris melihatnya karena kandangnya ada tapi bibit atau sapinya tak jumpa.

Ketiga membangun jaringan tataniaga yang menguntungkan peternak lokal dan membatasi suplai sapi luar daerah. Sehingga peternak lokal merasa aman dan nyaman beternak karena terjamin pemasarannya. Ditambah lagi dengan adanya asuransi ternak, makin klop ini punya barang. Keempat, ini khusus untuk momen kurban saja. Budidaya sapi kurban berbasis masjid. Pengurus dari jauh hari sebelum hari kurban telah membuat kesepakatan dengan peternak untuk bekerja sama. Seperti programnya “kampoeng ternak”, sebuah model ternak berkelompok yang telah jalan di Indonesia dengan melibatkan 1564 petani dan peternak miskin di 18 provinsi. Inisiotornya adalah pengurus masjid. Masyarakat dan jamaah masjid bisa mulai menabung dan berinvestasi jauh sebelum momen kurban, sehingga iuran kurbannya terasa tidak berat. Manfaat lain adalah keuntungan yang diperoleh bisa menjadikan masjid lebih mandiri secara keuangan.

Pepatah arab mengatakan “Negeri yang kaya dengan ternak tidak pernah miskin, negeri yang miskin dengan ternak tidak pernah kaya” (Campbell dan Lasley, 1985)

BIODATA SINGKAT

Nama                    : Deni Fitra

Pekerjaan    : Mahasiswa Program Doktor  Prodi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternaka  Institut Pertanian Bogor & Staf Pengajar di FPP UIN Suska Riau

No Rek         : BRI Syariah (1032636647)

No HP          : 08113223800

 

 

 

 

 

(Semut) Rangrang atau karanggo (Oecophylla)

segerombolan serangga yang sering disebut ‘konggo’, ‘gonggo’ atau ‘karanggo’, apa yang dilakukannya telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa hidup dalam naungan jama’ah itu akan lebih kuat dan lebih disegani lawan, andaikan serangga ini menggigit kita manusia seorang diri maka dengan mudah akan dilumpuhkan, tapi andaikan segerombolan seperti terlihat pada gambar diatas, maka kita akan pikir-pikir untuk mendekatinya, walaupun imbalannya buah yang telah ranum diatas pohon sana.

(Semut) Rangrang atau karanggo (Oecophylla)

Pesan/Khutbah terakhir Rasulullah SAW

Ketika Rasulullah mengerjakan ibadah haji yang terakhir, maka pada 9 Zulhijjah tahun 10 hijarah di Lembah Uranah, Bukit Arafah, baginda menyampaikan khutbah terakhirnya di hadapan kaum Muslimin, di antara isi dari khutbah terakhir Rasulullah itu ialah:

Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak kukatakan, Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu, dengarlah dengan teliti kata-kataku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir disini pada hari ini.

Wahai manusia, sepertimana kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci, anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak. Janganlah kamu sakiti sesiapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu lagi. Ingatlah bahawa sesungguhya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba, oleh itu, segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang.

Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil.

Wahai manusia sebagaimana kamu mempunyai hak atas isteri kamu, mereka juga mempunyai hak ke atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu, maka mereka juga berhak diberikan makan dan pakaian, dalam suasana kasih sayang. Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik dan berlemah-lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini, sembahlah Allah, dirikanlah solat lima waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, dan tunaikanlah zakat dari harta kekayaan kamu. Kerjakanlah ibadah haji sekiranya kamu mampu. Ketahuilah bahawa setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama; tidak seorang pun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam Taqwa dan beramal soleh.

Ingatlah, bahawa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan diatas segala apa yang telah kamu kerjakan. Oleh itu, awasilah agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.

Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah aku sampaikan kepada kamu. Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, nescaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al-Qur’an dan Sunnahku.

Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku, menyampaikan pula kepada orang lain. Semoga yang terakhir lebih memahami kata-kataku dari mereka yang terus mendengar dariku. Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya telah aku sampaikan risalah-Mu kepada hamba-hamba-Mu.

oleh Rahbar Ghast pada 08 Februari 2011 jam 9:09

my research summary

BUSINESS PRODUCTIVITY OF CHICKEN LAYING FARM
IN LIMA PULUH KOTA DISTRICT

By: Deni Fitra, under the guidance of :
Prof. Dr. Ir. H. M. Hafil Abbas, MS and Prof. Dr. Rahmat Syahni, MSc

SUMMARY

The need for animal protein continue to increase as a result of population growth, economic growth and awareness of community nutrition. Although the public aware of it, but until now the consumption of animal protein population of Indonesia is still low. One source of animal protein from raising chickens which can be directly consumed by humans is an egg. In managing its farmers are expected to maintain continuity of production consistently. District of Lima Puluh Kota is the central egg production in West Sumatra which has contributed greatly in the supply of eggs. Concession race laying chickens grow in size scale of the spread of small size, medium to large. Statistical data layer chicken population did show an increase, but the fact is there has been a decrease in the number of household maintainer chicken laying on district of Lima Puluh Kota in a span of years 2002 until 2009 (Appendix 2 and 3). Based on that we conducted this research.

Research Objectives: 1. Determine the ability of farmers to manage farm businesses in terms of technical aspects of production of chicken laying on District of Lima Puluh Kota. 2. Know or suspect the production function and determine the factors that affect the productivity level of race laying chickens in Lima Puluh Kota District with the help of Cobb Douglas production function statistics. 3. Knowing the strain and the scale of chicken laying ownership that can provide maximum benefit for farmers from the study of economic aspects of business, consisting of: net profit, absolute advantage, benefit levels, the break even point of production and the ratio of benefit.

The research was conducted in Lima Puluh Kota District, West Sumatra Province. Data collection conducted in February through April 2011, using the survey method and direct observation in the field. Primary data consists of the ability of farmers to manage the technical aspects of production and economic aspects of laying chicken farms, taken in cross section through direct interviews with farmers, using a questionnaire. While the secondary data obtained from the local Animal Husbandry department and related agencies.

Surveys and observations in the field of study respondents distinguish four scales of ownership of the three types of chicken laying strains of seeds that are widespread in research areas, namely: A. Very small scale (≤ 10,000 laying hens) 42 Respondents, B. Small scale (10,001-25,000 laying hens) 29 Respondents, C. Medium scale (25,001-100,000 laying hens) 12 Respondents and D. Large scale (> 10,.000 laying hens) 6 Respondents. Of the type strain : A. ISA CP (produced by PT Charoen Pokphand) 50 Respondents, B. ISA Mabar (produced by PT Mabar) 15 Respondents and C. Lohman (produced by PT Adirama/Comfeed) 24 respondents, so that its total amount to 89 respondents.

The results showed the level of productivity as a picture of the technical ability of farmers to manage their business is still low, as it can be seen from the figure hen day production with the average 78,49 ± 4,40% and per year as much as 286,50 eggs ± 16,05. Likewise with egg mass production rate, ranchers District of Lima Puluh Kota can achieve the average rate 47,52 ± 2,74 g/day, equivalent to 17,35 ± 1,00 kg/year. Where the acquisition of the above figures are still below the performance standards of the best breeder recommendations.

Through the Cobb Douglass production function approach, looks free variables are observed simultaneously take effect significantly on variables bound in this case the egg mass production, with a coefficient of determination value of 0,997, while free variables are humidity and temperature of the cage, the body temperature, protein and ME intake, weight of first egg-laying, egg weight, consumption and conversion rations, as well as the type strain of chicken stuffed variables and scale. Analysis of partially independent variables that significantly affect the intake of protein, consumption of rations, rations and variable conversion doll type strain.

The analysis also looks at the economic aspects of business in the Lima Puluh Kota district, the results showed the level of net profit based on the scale, with details: a very small scale: 3,72%, small scale: 4,16%, medium scale: 7,54% and a large scale: 10,55 %, while the cost of depreciation and bank interest is not counted then the rate of profit based on the scale is very small scale: 18,04%, small scale: 18,71%, medium scale: 21,17 and large scale: 23,63%. The best cost benefit ratio are 1,105 on a large scale (≥ 100,000 laying hens). The best of break even point are on a large scale (≥ 100,000 laying hens) with a minimal amount of egg production of 14,698 eggs/month, equivalent to 49,15% hen day production, while the worst on the scale is very small (≤ 10,000 laying hens), will be in break even point on egg production 21,797 eggs/month, equivalent to 72,90% hen day production.

From the research results obtained suggested the farmers to strictly control the quality of mixed rations, so the mixture ration is given in accordance with the recommendations so that the breeder provided for basic nutritional needs for life and production. On the other hand needs to support shared between governments, stakeholders and all parties to maintain price stability of raw materials making up rations and seeds and the guarantee price stability rational eggs. With it, the farmer can be a maximum effort ranch without any worries of the risks and price fluctuations.

CINTAKU UTUH TAK TERSENTUH

Ku mencintamu utuh tak tersentuh….,

Jika ada yang bertanya, bagaimana aku memandang perkara jodoh, maka akan ku jawab, bagiku sama saja kau menanyakan keyakinanku tentang kematian..

Jodoh dan kematian adalah rahasia-Nya yang tersembunyi dalam tabir keghaiban-Nya, dan tersimpan dengan indah dalam tiap lembar daun di lauhul mahfuzh..

Lalu apa yang ku khawatirkan? Dan kenapa pula ku harus mengejar? Tidak, aku tak sudi.. Ku katakan padamu wahai para wanita perhiasan terindah dunia..

Jangan pernah mengobral murah kehormatanmu untuk hal yang kau sendiri tak yakin kehakikiannya? Pahamkah maksudku?

Ku tanya padamu, pernahkah kau jatuh cinta? Ku akui, akupun juga… Tapi tak pantas bagi kita mengumbar rasa itu.. Rasa yg entah akan berlabuh di mana?Lalu pikirkan, jika dia yang kau cinta, yang mengganggu tidurmu, membuatmu menangis karena rindu, ternyata bukan atau mungkin tak kan pernah menjadi pendampingmu, atau bukan kau yang dia pilih? Tak malukah? Tak malukah?

Lalu, apa masih mampu kau tatap wajah suamimu kelak dengan cinta yang seutuhnya jika ternyata dulu kau pernah menaruh separuh hatimu pada lelaki lain… Wahai para lelaki, tak cemburukah? Tak cemburukah? Tak cemburukah kau jika saat ini wanita yang kau pilih kelak sedang menyerahkan hatinya pada lelaki selainmu, namun ternyata kau yang akan meminangnya.

Tak sakit hatikah bila ketika bersamamu, ternyata dia tengah membandingkanmu dengan sosok lain dalam hatinya? Tak sedihkah? Tak sakitkah? Tak cemburukah? Jika kau, para lelaki, menjawab ‘ya’ maka, itu pula yang kami, wanita, rasakan..

Takkan pernah bosan ku ingatkan, bahwa yang akan berlaku tetaplah ketetapan-Nya…. Sekuat apapun usaha kalian jika tak sejalan dengan kehendak-Nya, maka tak akan pernah terjadi.. . Lalu, buat apa kau mubazirkan waktumu? Untuk apa Kau kuras energi? Kerana apa kau habiskan airmatamu?…. untuk orang yang belum tentu menjadi milikmu? Untuk apa?

Dan ku katakan padamu. Mungkin kau yang akan memilihku belum ku cinta saat itu. Tapi ketahuilah, karena kau memilihku, kau ku cinta… Bukankah jatuh cinta adalah sebuah proses? Akan ada sebab, akan ada hal yang membuatku jatuh cinta padamu, dan kau pun akan mencintaiku.. Dan ketika itu terjadi, semua telah terangkai dengan indah dalam kerangka kehalalan, dalam ikatan pernikahan yang disebut mitsaqan ghalizhan..

Dan tak akan pernah ada ragu ku katakan kuserahkan cintaku UTUH TAK TERSENTUH, padamu.. Hanya padamu.. ya, hanya padamu dan untukmu duhai cintaku….

oleh RENUNGAN N KISAH INSPIRATIF pada 20 Agustus 2011 jam 9:16